Taati Aturan Pakai Obat Yang Optimal |
Kunci
sukses pemeliharaan ayam ditunjukkan dari tingkat produktivitas yang
optimal, yaitu pertumbuhan ayam yang cepat, produksi telur yang tinggi
dan kematian ayam yang rendah. Tentu ini menjadi harapan kita semua.
Namun, dalam mencapai hal tersebut seringkali kita dihadapkan dengan
suatu tantangan, baik berat atau ringan. Salah satunya ialah adanya
serangan suatu penyakit, baik viral, bakterial, protozoa, jamur dan
lainnya.
Kita
pun akan segera melakukan penanganan untuk membantu ayam mengatasi
serangan tersebut, baik melalui vaksinasi, desinfeksi maupun medikasi.
Setelah semua daya dilakukan, keberhasilanlah yang kita harapkan, namun
kadang, kegagalanlah yang kita tuai.
Evaluasi
terhadap kegagalan itu hendaklah kita lakukan agar diperiode
selanjutnya tidak terulang kembali. Berikut seputar hal yang perlu
diperhatikan untuk menunjang keberhasilan kerja obat.
Mengenal Petunjuk Pemakaian Obat
Setiap
produk farmasetik atau obat selalu dilengkapi dengan petunjuk pemakaian
obat, baik berupa etiket atau leaflet. Tujuannya tidak lain agar daya
kerja obat dapat optimal dalam mengatasi infeksi penyakit. Informasi
yang tercantum dalam etiket atau leaflet biasanya meliputi komposisi,
indikasi, aturan pakai, perhatian, dan nomor registrasi.
Salah satu contoh petunjuk pemakaian obat yang tertera pada kemasan produk
- Komposisi
Data
komposisi yang dicantumkan meliputi jenis zat aktif yang terkandung
dalam produk dan juga kadarnya. Dari sisi konsumen, informasi ini
bermanfaat sebagai bahan pertimbangan pembelian produk misalnya untuk
membandingkan dengan produk sejenis. Selain itu, membantu kita dalam
melakukan rolling obat, dimana penggantian obat dengan jenis zat aktif yang sama atau satu golongan tidak diperkenankan.
Adanya
informasi jenis zat aktif dan komposisi ini juga berfungsi sebagai
salah satu persyaratan untuk mendapatkan nomor registrasi. Inipun
berperan sebagai kontrol bagi pemerintah dalam mengawasi kualitas obat
hewan. Biasanya secara periodik, instansi pemerintah, dalam hal ini
Balai Besar Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH)
melakukan inspeksi terhadap obat hewan yang telah teregistrasi (memiliki
nomor registrasi).
- Indikasi
Indikasi memberikan rekomendasi kepada kita (peternak, red) sebaiknya obat ini digunakan untuk mengatasi jenis penyakit tertentu. Contohnya pada etiket Amoxitin tersebut yang diindikasikan untuk mengatasi korisa, colibacillosis dan salmonellosis (avian paratyphoid, fowl typhoid, pullorum).
Hal
ini tentu akan mempermudah kita dalam pemilihan obat yang sesuai.
Meskipun demikian, seringkali etiket atau leaflet tidak mencantumkan
semua jenis penyakit yang bisa ditangani oleh obat ini. Biasanya suatu
zat aktif yang terkandung dalam suatu obat seringkali memiliki spektrum
kerja yang luas, yaitu mampu mengatasi bakteri Gram (+) maupun Gram (-).
Mengenai informasi lebih detailnya bisa ditanyakan kepada tenaga
lapangan.
Adanya
petunjuk tersebut menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu
syarat utama yang menentukan keberhasilan pengobatan. Jika kita salah
memilih obat, tentu saja penyakit yang menyerang ayam tidak akan sembuh.
Ambil contoh pada ayam yang sedang terinfeksi CRD (ngorok) lalu diberi Ampicol untuk mengatasinya. Meski diberikan secara benar dan tepat, namun ayam tidak akan sembuh. Hal ini disebabkan Ampicol
tidak diindikasikan untuk CRD, tetapi untuk colibacillosis, kolera dan
infeksi sekunder bakteri pada kasus Gumboro. Menjadi pertanyaan
lanjutan, mengapa Ampicol tidak mampu mengatasi CRD? Hal ini tidak lain karena zat aktif dalam Ampicol bekerja merusak membran sel bakteri, sedangkan Mycoplasma gallisepticum (penyebab CRD) tidak memiliki membran sel. Obat yang efektif untuk mengatasi CRD antara lain Proxan-C, Proxan-S, Therapy, Trimezyn ataupun Tyfural.
Struktur Mycoplasma gallisepticum yang tidak memiliki membran mengharuskan kita memilih obat yang tepat
- Aturan pakai
Pada
bagian aturan pakai, biasanya dicantumkan informasi tentang dosis obat
dan lama pemberian obat. Contoh redaksinya ialah 0,1 gram tiap kg berat
badan atau 1 gram tiap 2 liter air minum, diberikan selama 3-5 hari
berturut-turut. Redaksi ini bermakna untuk mendapatkan efek pengobatan
yang optimal, yaitu ayam sembuh dari penyakit, hendaknya obat diberikan
dengan dosis 0,1 gram tiap kg berat badan atau 1 gram obat dilarutkan
dalam 2 liter air minum yang diberikan selama 3 sampai 5 hari.
Kenapa
dosis pada etiket leaflet tersebut ada 2 pilihan, yaitu berdasarkan
berat badan dan konsumsi air minum? Tidak perlu dibingungkan mengenai
dosis ini karena pada prinsipnya keduanya sama. Awalnya penentuan dosis
ini didasarkan pada dosis tiap berat badan dengan tujuan agar dosisnya
lebih tepat. Sedangkan dosis berdasarkan air minum bertujuan untuk
mempermudah dalam pengaplikasiannya. Dosis berdasar air minum ini
merupakan hasil konversi dari dosis berat badan dengan ketentuan seekor
ayam dengan berat badan sebesar 1 kg mengkonsumsi air minum sebanyak 200
ml dan ransum 100 gram. Jika contoh dosis pada aturan pakai tersebut
dijabarkan menjadi :
Dosis air minum
= 1 gram tiap 2 liter air minum
Jika diubah menjadi dosis berat badan
= 1 gram tiap 2.000 ml air minum
= 1 gram tiap (2.000 : 200) ml air minum (ingat! 1 kg berat badan ayam mengkonsumsi 200 ml air minum)
= 1 gram tiap 10 kg berat badan
= 0,1 gram tiap kg berat badan
Sebuah trial yang telah dilakukan oleh bagian research and development
(R&D) Medion menunjukkan pemberian obat berdasarkan dosis berat
badan maupun air minum memberikan efek pengobatan yang optimal.
Pemberian obatnya dilakukan 2 kali sehari, yaitu pukul 06:00 - 12:00 WIB
dilanjutkan 12:00 - 18:00 WIB dan setelahnya diberi air minum biasa
(tanpa obat). Hasilnya ditunjukkan pada Grafik 1 dimana pada hari ke-5
pengobatan ayam sembuh dari sakit.
Hal
yang perlu diingat jika kita menggunakan dosis berdasarkan air minum
ialah jumlah air minum yang digunakan untuk menghitung kebutuhan obat
merupakan konsumsi air minum ayam selama 24 jam, bukan konsumsi air
minum saat pemberian obat (pukul 06:00 - 18:00). Hal ini terkait dengan
angka konversi dosis dari dosis berat badan ke air minum ialah 1 kg
berat badan ayam mengkonsumsi 200 ml air minum. Air minum sebanyak 200
ml ini merupakan kebutuhan ayam dalam satu hari penuh.
Saat
ayam sakit, konsumsi air minum cenderung berkurang sehingga kita harus
lebih berhati-hati saat menghitung kebutuhan obat. Dan jika peternakan
kita berada di daerah yang dingin dimana tingkat konsumsi air minumnya
lebih rendah, tentu akan berpengaruh terhadap jumlah obat yang masuk ke
dalam tubuh ayam. Oleh karenanya dosis obat perlu dihitung lebih
seksama.
Begitu
pentingkah ketepatan dosis pemberian obat ini? Tentu, sangat penting.
Obat akan menghasilkan efek pengobatan yang optimal saat konsentrasi
atau kadarnya di dalam tubuh ayam mencapai kadar minimum atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Sebelum obat mencapai kadar MIC, obat tidak akan bekerja menghasilkan efek pengobatan.
Oleh
karena itu pemberian obat yang tidak tepat dosis akan mengakibatkan
daya kerja obat membasmi bibit penyakit yang telah menginfeksi ke dalam
tubuh ayam menjadi kurang optimal atau malah tidak mempan sama sekali.
Tentu hal ini menjadikan pemberian obat yang kita lakukan ialah sebuah
kesia-siaan. Dosis yang kurang ini juga bisa memicu terjadinya
resistensi obat, dimana bibit penyakit telah mempunyai mekanisme
pertahanan untuk melawan obat sehingga perlu diganti dengan obat
golongan lainnya.
Penentuan
dosis obat ini didasarkan pada hasil uji farmakokinetik, yaitu suatu
uji yang dilakukan untuk mengetahui “nasib” obat saat berada di dalam
tubuh ayam. Dengan dosis yang tepat dan didukung dengan rute pemberian
yang sesuai obat dapat mencapai organ target dalam jumlah yang cukup
melalui rute pengobatan tertentu.
Informasi
kedua yang bisa kita ketahui dari aturan pakai ialah rute pemberian
obat. Secara umum obat dapat diberikan pada ayam melalui 3 rute, yaitu
oral (melalui saluran pencernaan), parenteral (suntikan) atau topikal
(dioles). Penjelasan detail mengenai perbedaan rute pemberian obat ini
tercantum pada Tabel 1.
Pemilihan
rute pengobatan menjadi hal yang penting untuk memastikan obat dapat
mencapai organ atau lokasi kerja yang diinginkan sehingga obat bisa
berkerja secara tepat dan optimal. Pemilihan rute pemberian obat ini
disesuaikan dengan jenis obat yang digunakan, jenis penyakit yang
diobati, jumlah ayam, tingkat keparahan penyakit maupun lama waktu obat
itu diberikan.
Data technical service
(TS) Medion (2006) menunjukkan rute pemberian obat pada ayam paling
banyak dilakukan melalui air minum, yaitu sebesar 95% dan selebihnya
diberikan secara suntikan. Pengobatan secara topikal relatif jarang
ditemukan.
Agar
pemberian obat melalui air minum mampu memberikan efek pengobatan
secara optimal, perlu sekiranya kita perhatikan beberapa hal berikut :
- Air sadah dan adanya kandungan logam berat seperti besi, dapat mengurangi efektivitas Proxan-C, Proxan-S, Neo Meditril, Doxyvet
- Sinar matahari langsung dapat mengurangi stabilitas obat di dalam larutan. Oleh karena itu larutan obat hendaknya dibuat segar dan diletakkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung
- Derajat keasaman (pH) netral, tidak terlalu ekstrem (pH < 6 atau pH > 8). Sulfamix akan mengendap bila dilarutkan ke dalam air dengan pH terlalu rendah (pH < 5) dan Doxyvet dapat mengendap jika pH air > 8
- Konsumsi air minum setiap ayam berbeda-beda sehingga jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh setiap ayam tidak sama. Hal ini dapat diminimalisasi dengan penyediaan tempat air minum yang sesuai dengan jumlah ayamAtur jumlah dan distribusi tempat air minum sehingga ayam memiliki kesempatan yang sama dalam mengkonsumsi obat
- Pemberian obat melalui air minum hendaknya tidak dicampur dengan desinfektan. Pencampuran tersebut akan menurunkan bahkan merusak obat. Contohnya ialah Antisep, Neo Antisep atau klorin akan mengoksidasi obat sedangkan Medisep bisa mengendapkan Sulfamix
Lama
waktu pemberian obat menjadi petunjuk ketiga yang tercantum pada aturan
pakai. Sama halnya dengan dosis dan rute pemberian, lama waktu
pemberian obat menjadi kunci pokok yang menentukan keberhasilan
pengobatan, yaitu obat berada dalam waktu yang cukup.
Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa kadar obat di dalam tubuh akan
berkurang dalam jangka waktu tertentu. Kecepatan eliminasi obat dari
dalam tubuh ini ditunjukkan melalui waktu paruh. Waktu paruh yang diberi
simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai T1/2 panjang.
Pada aplikasinya, obat dengan T1/2
pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek, misalnya
diberikan 2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif di dalam
darah. Tetrasiklin dan penisilin merupakan antibiotik yang memiliki T1/2 pendek, sedangkan sulfadimethoxine dan sulfamonomethoxine memiliki T1/2 yang panjang.
Oleh
karena itu, pemberian antibiotik melalui air minum sebaiknya tidak
dilakukan dalam 1 x pemberian dalam waktu yang terlalu singkat (misalnya
selama 2 jam), terlebih lagi untuk obat yang mempunyai T1/2
pendek. Alasannya kadar obat tersebut di dalam darah akan cepat turun
setelah pemberian selama 2 jam dan gagal mencapai konsentrasi minimal
(MIC) sehingga obat tidak bekerja optimal. Idealnya obat diberikan 24
jam atau minimal 8-12 jam dengan maksimal obat dikonsumsi habis selama
4-6 jam setelah obat dilarutkan. Contoh pola pemberian obat yang ideal
yaitu 2 kali sehari, pelarutan obat ke-1 untuk dikonsumsi pagi-siang
hari (misalnya pukul 06:00 - 12:00) dan pelarutan obat ke-2 untuk
dikonsumsi siang - malam hari (misalnya 12:00 - 18:00) sedangkan pada
malam - pagi diberi air minum biasa.
Selain
pola pemberian tersebut, lama pengobatan hendaknya dilakukan sesuai
dengan aturan pakai yang tercantum pada etiket atau leaflet. Jika pada
aturan pakainya tertera diberikan selama 5 hari berturut-turut maka obat
hendaknya diberikan dalam rentang waktu tersebut. Mengapa? Tujuannya
tidak lain agar bibit penyakit yang terdapat dalam tubuh ayam dapat
terbasmi dengan tuntas. Lho khan gejala klinisnya sudah tidak nampak
lagi? Tetap harus dilanjutkan, gejala klinis yang mulai hilang bukan
berarti bibit penyakitnya sudah hilang melainkan mungkin saja masih ada
bibit penyakit dengan level aman (tidak mampu menimbulkan gejala klinis)
yang jika pengobatan dihentikan bisa berkembang kembali dan menimbulkan
gejala klinis. Kondisi inipun bisa memicu terjadinya resistensi bibit
penyakit sehingga obat yang biasa kita berikan tidak ampuh lagi atau
ayam sulit disembuhkan.
- Perhatian
Pada
bagian ini tercantum informasi mengenai waktu penghentian pemakaian
obat sebelum ayam dipotong untuk dikonsumsi. Hal ini penting karena
terkait dengan keamanan hasil ternak, baik daging maupun telur yang akan
kita konsumsi. Jika pada bagian ini tertulis “Hentikan pemakaian obat 5
hari sebelum unggas dipotong untuk dikonsumsi” maka seharusnya
pemberian obat kita hentikan 5 hari sebelum ayam pedaging dipanen.
Dengan demikian diharapkan karkas ayam pedaging bebas dari residu
antibiotik. Namun pada kenyataannya, kesadaran kita terhadap waktu
henti obat masih relatif rendah. Oleh karenanya perlu sekiranya kita
mulai untuk memperhatikan hal ini, terlebih lagi golongan obat yang
digunakan pada ayam sebagian besar sama dengan obat yang digunakan
manusia.
Pengaplikasian waktu henti obat akan meningkatkan keamanan karkas untuk kita konsumsi
Rekomendasi
penyimpanan obat juga tercantum pada bagian ini. Obat hendaknya
disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat serta terhindar dari
sinar matahari langsung. Hal ini perlu menjadi perhatian kita, karena
jika tidak obat yang kita simpan akan rusak atau menurun potensinya.
Kerusakan obat ini bisa ditandai dengan perubahan warna atau adanya
gumpalan.
Dalam
penyimpanan obat hendaknya kita terapkan sistem first in first out
(FIFO), yaitu obat dengan masa expired date terdekat yang lebih dahulu
kita gunakan. Disinilah pentingnya kita selalu mengontrol expired date
pada saat obat kita terima. Jangan sampai kita memakai obat yang telah
melewati masa expired date karena kemungkinan potensinya sudah menurun.
- Nomor registrasi
Nomor
registrasi ini menandakan obat telah memenuhi standar dari pemerintah,
atau dengan kata lain obat ini telah teruji dan terbukti kualitasnya.
Setiap tahapan produksi dilakukan dengan sistem yang terkontrol dan
terstandarisasi, mulai dari penyediaan bahan baku sampai produk jadi
(termasuk cara pengiriman kepada konsumen). Kontrol kualitas juga
dilakukan secara ketat, dengan alat yang modern dan tenaga kerja yang
profesional. Dengan demikian diharapkan obat yang dihasilkan memiliki
kualitas sesuai standar nasional (Farmakope Obat Hewan Indonesia) maupun
internasional (standar Eropa maupun Amerika).
Optimalkan Daya Kerja Obat
Penjelasan
tentang petunjuk pemberian obat secara jelas telah tercantum pada
etiket atau leaflet produk. Aplikasi obat sesuai petunjuk ini akan
memenuhi 4 prinsip pengobatan yaitu obat sesuai dengan jenis penyakit
yang menyerang, obat mampu mencapai lokasi kerja atau organ sakit, obat
tersedia dalam kadar yang cukup dan obat berada dalam waktu yang cukup
sehingga efek pengobatan optimal.
Selain itu, dalam aplikasinya kita perlu memperhatikan hal-hal berikut :
- Ketepatan diagnosa penyakit. Ini merupakan kunci awal keberhasilan pengobatan. Saat diagnosa tidak tepat, pemberian obat dengan kualitas terbaik dan harga yang mahal tidak akan mampu mengatasi penyakit.
- Hindari kombinasi obat yang bersifat antagonis. Amannya, kita menggunakan produk jadi yang telah diformulasikan secara khusus dengan kandungan antibiotik tunggal maupun kombinasi sehingga potensinya telah terukur dan terbukti. Jangan sampai kombinasi obat ini malah menurunkan potensi atau bahkan menyebabkan keracunan pada ayam kita.
- Lakukan rolling antibiotik secara rutin. Hendaknya obat yang diberikan tidak monoton atau secara terus menerus karena bisa menimbulkan resistensi. Sebaiknya dilakukan rolling obat, misalnya setiap 3-4 periode pemeliharaan atau periode pemberian.
- Dukung dengan aplikasi tata laksana pemeliharaan yang baik dan biosecurity yang ketat. Pengobatan setepat apapun tidak akan memberikan efek yang optimal jika tidak didukung kedua hal ini. Aplikasi keduanya akan menurunkan tantangan bibit penyakit di lingkungan dan juga meningkatkan kenyamanan ayam
Kedisiplinan kita dalam mengaplikasikan pemberian obat sesuai aturan
pakai sangat diperlukan agar efek pengobatan menjadi lebih optimal dan
ayam sembuh dari penyakit.
Info Medion Edisi Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar