é�

Rabu, 18 Juli 2012

Taati Aturan Pakai Obat

Taati Aturan Pakai Obat Yang Optimal


Kunci sukses pemeliharaan ayam ditunjukkan dari tingkat produktivitas yang optimal, yaitu pertumbuhan ayam yang cepat, produksi telur yang tinggi dan kematian ayam yang rendah. Tentu ini menjadi harapan kita semua. Namun, dalam mencapai hal tersebut seringkali kita dihadapkan dengan suatu tantangan, baik berat atau ringan. Salah satunya ialah adanya serangan suatu penyakit, baik viral, bakterial, protozoa, jamur dan lainnya.
Kita pun akan segera melakukan penanganan untuk membantu ayam mengatasi serangan tersebut, baik melalui vaksinasi, desinfeksi maupun medikasi. Setelah semua daya dilakukan, keberhasilanlah yang kita harapkan, namun kadang, kegagalanlah yang kita tuai.
Evaluasi terhadap kegagalan itu hendaklah kita lakukan agar diperiode selanjutnya tidak terulang kembali. Berikut seputar hal yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan kerja obat.

Mengenal Petunjuk Pemakaian Obat
Setiap produk farmasetik atau obat selalu dilengkapi dengan petunjuk pemakaian obat, baik berupa etiket atau leaflet. Tujuannya tidak lain agar daya kerja obat dapat optimal dalam mengatasi infeksi penyakit. Informasi yang tercantum dalam etiket atau leaflet biasanya meliputi komposisi, indikasi, aturan pakai, perhatian, dan nomor registrasi.

Salah satu contoh petunjuk pemakaian obat yang tertera pada kemasan produk


  • Komposisi
Data komposisi yang dicantumkan meliputi jenis zat aktif yang terkandung dalam produk dan juga kadarnya. Dari sisi konsumen, informasi ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan pembelian produk misalnya untuk membandingkan dengan produk sejenis. Selain itu, membantu kita dalam melakukan rolling obat, dimana penggantian obat dengan jenis zat aktif yang sama atau satu golongan tidak diperkenankan.
Adanya informasi jenis zat aktif dan komposisi ini juga berfungsi sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan nomor registrasi. Inipun berperan sebagai kontrol bagi pemerintah dalam mengawasi kualitas obat hewan. Biasanya secara periodik, instansi pemerintah, dalam hal ini Balai Besar Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) melakukan inspeksi terhadap obat hewan yang telah teregistrasi (memiliki nomor registrasi).

  • Indikasi
Indikasi memberikan rekomendasi kepada kita (peternak, red) sebaiknya obat ini digunakan untuk mengatasi jenis penyakit tertentu. Contohnya pada etiket Amoxitin tersebut yang diindikasikan untuk mengatasi korisa, colibacillosis dan salmonellosis (avian paratyphoid, fowl typhoid, pullorum).
Hal ini tentu akan mempermudah kita dalam pemilihan obat yang sesuai. Meskipun demikian, seringkali etiket atau leaflet tidak mencantumkan semua jenis penyakit yang bisa ditangani oleh obat ini. Biasanya suatu zat aktif yang terkandung dalam suatu obat seringkali memiliki spektrum kerja yang luas, yaitu mampu mengatasi bakteri Gram (+) maupun Gram (-). Mengenai informasi lebih detailnya bisa ditanyakan kepada tenaga lapangan.
Adanya petunjuk tersebut menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu syarat utama yang menentukan keberhasilan pengobatan. Jika kita salah memilih obat, tentu saja penyakit yang menyerang ayam tidak akan sembuh. Ambil contoh pada ayam yang sedang terinfeksi CRD (ngorok) lalu diberi Ampicol untuk mengatasinya. Meski diberikan secara benar dan tepat, namun ayam tidak akan sembuh. Hal ini disebabkan Ampicol tidak diindikasikan untuk CRD, tetapi untuk colibacillosis, kolera dan infeksi sekunder bakteri pada kasus Gumboro. Menjadi pertanyaan lanjutan, mengapa Ampicol tidak mampu mengatasi CRD? Hal ini tidak lain karena zat aktif dalam Ampicol bekerja merusak membran sel bakteri, sedangkan Mycoplasma gallisepticum (penyebab CRD) tidak memiliki membran sel. Obat yang efektif untuk mengatasi CRD antara lain Proxan-C, Proxan-S, Therapy, Trimezyn ataupun Tyfural.


Struktur Mycoplasma gallisepticum yang tidak memiliki membran mengharuskan kita memilih obat yang tepat
  • Aturan pakai
Pada bagian aturan pakai, biasanya dicantumkan informasi tentang dosis obat dan lama pemberian obat. Contoh redaksinya ialah 0,1 gram tiap kg berat badan atau 1 gram tiap 2 liter air minum, diberikan selama 3-5 hari berturut-turut. Redaksi ini bermakna untuk mendapatkan efek pengobatan yang optimal, yaitu ayam sembuh dari penyakit, hendaknya obat diberikan dengan dosis 0,1 gram tiap kg berat badan atau 1 gram obat dilarutkan dalam 2 liter air minum yang diberikan selama 3 sampai 5 hari.
Kenapa dosis pada etiket leaflet tersebut ada 2 pilihan, yaitu berdasarkan berat badan dan konsumsi air minum? Tidak perlu dibingungkan mengenai dosis ini karena pada prinsipnya keduanya sama. Awalnya penentuan dosis ini didasarkan pada dosis tiap berat badan dengan tujuan agar dosisnya lebih tepat. Sedangkan dosis berdasarkan air minum bertujuan untuk mempermudah dalam pengaplikasiannya. Dosis berdasar air minum ini merupakan hasil konversi dari dosis berat badan dengan ketentuan seekor ayam dengan berat badan sebesar 1 kg mengkonsumsi air minum sebanyak 200 ml dan ransum 100 gram. Jika contoh dosis pada aturan pakai tersebut dijabarkan menjadi :
Dosis air minum
= 1 gram tiap 2 liter air minum
Jika diubah menjadi dosis berat badan
= 1 gram tiap 2.000 ml air minum
= 1 gram tiap (2.000 : 200) ml air minum (ingat! 1 kg berat badan ayam mengkonsumsi 200 ml air minum)
= 1 gram tiap 10 kg berat badan
= 0,1 gram tiap kg berat badan

Sebuah trial yang telah dilakukan oleh bagian research and development (R&D) Medion menunjukkan pemberian obat berdasarkan dosis berat badan maupun air minum memberikan efek pengobatan yang optimal. Pemberian obatnya dilakukan 2 kali sehari, yaitu pukul 06:00 - 12:00 WIB dilanjutkan 12:00 - 18:00 WIB dan setelahnya diberi air minum biasa (tanpa obat). Hasilnya ditunjukkan pada Grafik 1 dimana pada hari ke-5 pengobatan ayam sembuh dari sakit.

Hal yang perlu diingat jika kita menggunakan dosis berdasarkan air minum ialah jumlah air minum yang digunakan untuk menghitung kebutuhan obat merupakan konsumsi air minum ayam selama 24 jam, bukan konsumsi air minum saat pemberian obat (pukul 06:00 - 18:00). Hal ini terkait dengan angka konversi dosis dari dosis berat badan ke air minum ialah 1 kg berat badan ayam mengkonsumsi 200 ml air minum. Air minum sebanyak 200 ml ini merupakan kebutuhan ayam dalam satu hari penuh.
Saat ayam sakit, konsumsi air minum cenderung berkurang sehingga kita harus lebih berhati-hati saat menghitung kebutuhan obat. Dan jika peternakan kita berada di daerah yang dingin dimana tingkat konsumsi air minumnya lebih rendah, tentu akan berpengaruh terhadap jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh ayam. Oleh karenanya dosis obat perlu dihitung lebih seksama.
Begitu pentingkah ketepatan dosis pemberian obat ini? Tentu, sangat penting. Obat akan menghasilkan efek pengobatan yang optimal saat konsentrasi atau kadarnya di dalam tubuh ayam mencapai kadar minimum atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Sebelum obat mencapai kadar MIC, obat tidak akan bekerja menghasilkan efek pengobatan.
Oleh karena itu pemberian obat yang tidak tepat dosis akan mengakibatkan daya kerja obat membasmi bibit penyakit yang telah menginfeksi ke dalam tubuh ayam menjadi kurang optimal atau malah tidak mempan sama sekali. Tentu hal ini menjadikan pemberian obat yang kita lakukan ialah sebuah kesia-siaan. Dosis yang kurang ini juga bisa memicu terjadinya resistensi obat, dimana bibit penyakit telah mempunyai mekanisme pertahanan untuk melawan obat sehingga perlu diganti dengan obat golongan lainnya.
Penentuan dosis obat ini didasarkan pada hasil uji farmakokinetik, yaitu suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui “nasib” obat saat berada di dalam tubuh ayam. Dengan dosis yang tepat dan didukung dengan rute pemberian yang sesuai obat dapat mencapai organ target dalam jumlah yang cukup melalui rute pengobatan tertentu.
Informasi kedua yang bisa kita ketahui dari aturan pakai ialah rute pemberian obat. Secara umum obat dapat diberikan pada ayam melalui 3 rute, yaitu oral (melalui saluran pencernaan), parenteral (suntikan) atau topikal (dioles). Penjelasan detail mengenai perbedaan rute pemberian obat ini tercantum pada Tabel 1.

Pemilihan rute pengobatan menjadi hal yang penting untuk memastikan obat dapat mencapai organ atau lokasi kerja yang diinginkan sehingga obat bisa berkerja secara tepat dan optimal. Pemilihan rute pemberian obat ini disesuaikan dengan jenis obat yang digunakan, jenis penyakit yang diobati, jumlah ayam, tingkat keparahan penyakit maupun lama waktu obat itu diberikan.
Data technical service (TS) Medion (2006) menunjukkan rute pemberian obat pada ayam paling banyak dilakukan melalui air minum, yaitu sebesar 95% dan selebihnya diberikan secara suntikan. Pengobatan secara topikal relatif jarang ditemukan.
Agar pemberian obat melalui air minum mampu memberikan efek pengobatan secara optimal, perlu sekiranya kita perhatikan beberapa hal berikut :
  1. Air sadah dan adanya kandungan logam berat seperti besi, dapat mengurangi efektivitas Proxan-C, Proxan-S, Neo Meditril, Doxyvet
  2. Sinar matahari langsung dapat mengurangi stabilitas obat di dalam larutan. Oleh karena itu larutan obat hendaknya dibuat segar dan diletakkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung
  3. Derajat keasaman (pH) netral, tidak terlalu ekstrem (pH < 6 atau pH > 8). Sulfamix akan mengendap bila dilarutkan ke dalam air dengan pH terlalu rendah (pH < 5) dan Doxyvet dapat mengendap jika pH air > 8
  4. Konsumsi air minum setiap ayam berbeda-beda sehingga jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh setiap ayam tidak sama. Hal ini dapat diminimalisasi dengan penyediaan tempat air minum yang sesuai dengan jumlah ayam
    Atur jumlah dan distribusi tempat air minum sehingga ayam memiliki kesempatan yang sama dalam mengkonsumsi obat
  5. Pemberian obat melalui air minum hendaknya tidak dicampur dengan desinfektan. Pencampuran tersebut akan menurunkan bahkan merusak obat. Contohnya ialah Antisep, Neo Antisep atau klorin akan mengoksidasi obat sedangkan Medisep bisa mengendapkan Sulfamix

Lama waktu pemberian obat menjadi petunjuk ketiga yang tercantum pada aturan pakai. Sama halnya dengan dosis dan rute pemberian, lama waktu pemberian obat menjadi kunci pokok yang menentukan keberhasilan pengobatan, yaitu obat berada dalam waktu yang cukup.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kadar obat di dalam tubuh akan berkurang dalam jangka waktu tertentu. Kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh ini ditunjukkan melalui waktu paruh. Waktu paruh yang diberi simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2 pendek akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang mempunyai T1/2 panjang.
Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk mempertahankan kadar efektif di dalam darah. Tetrasiklin dan penisilin merupakan antibiotik yang memiliki T1/2 pendek, sedangkan sulfadimethoxine dan sulfamonomethoxine memiliki T1/2 yang panjang.
Oleh karena itu, pemberian antibiotik melalui air minum sebaiknya tidak dilakukan dalam 1 x pemberian dalam waktu yang terlalu singkat (misalnya selama 2 jam), terlebih lagi untuk obat yang mempunyai T1/2 pendek. Alasannya kadar obat tersebut di dalam darah akan cepat turun setelah pemberian selama 2 jam dan gagal mencapai konsentrasi minimal (MIC) sehingga obat tidak bekerja optimal. Idealnya obat diberikan 24 jam atau minimal 8-12 jam dengan maksimal obat dikonsumsi habis selama 4-6 jam setelah obat dilarutkan. Contoh pola pemberian obat yang ideal yaitu 2 kali sehari, pelarutan obat ke-1 untuk dikonsumsi pagi-siang hari (misalnya pukul 06:00 - 12:00) dan pelarutan obat ke-2 untuk dikonsumsi siang - malam hari (misalnya 12:00 - 18:00) sedangkan pada malam - pagi diberi air minum biasa.
Selain pola pemberian tersebut, lama pengobatan hendaknya dilakukan sesuai dengan aturan pakai yang tercantum pada etiket atau leaflet. Jika pada aturan pakainya tertera diberikan selama 5 hari berturut-turut maka obat hendaknya diberikan dalam rentang waktu tersebut. Mengapa? Tujuannya tidak lain agar bibit penyakit yang terdapat dalam tubuh ayam dapat terbasmi dengan tuntas. Lho khan gejala klinisnya sudah tidak nampak lagi? Tetap harus dilanjutkan, gejala klinis yang mulai hilang bukan berarti bibit penyakitnya sudah hilang melainkan mungkin saja masih ada bibit penyakit dengan level aman (tidak mampu menimbulkan gejala klinis) yang jika pengobatan dihentikan bisa berkembang kembali dan menimbulkan gejala klinis. Kondisi inipun bisa memicu terjadinya resistensi bibit penyakit sehingga obat yang biasa kita berikan tidak ampuh lagi atau ayam sulit disembuhkan.

  • Perhatian
Pada bagian ini tercantum informasi mengenai waktu penghentian pemakaian obat sebelum ayam dipotong untuk dikonsumsi. Hal ini penting karena terkait dengan keamanan hasil ternak, baik daging maupun telur yang akan kita konsumsi. Jika pada bagian ini tertulis “Hentikan pemakaian obat 5 hari sebelum unggas dipotong untuk dikonsumsi” maka seharusnya pemberian obat kita hentikan 5 hari sebelum ayam pedaging dipanen. Dengan demikian diharapkan karkas ayam pedaging bebas dari residu antibiotik. Namun pada kenyataannya, kesadaran kita terhadap waktu henti obat masih relatif rendah. Oleh karenanya perlu sekiranya kita mulai untuk memperhatikan hal ini, terlebih lagi golongan obat yang digunakan pada ayam sebagian besar sama dengan obat yang digunakan manusia.




Pengaplikasian waktu henti obat akan meningkatkan keamanan karkas untuk kita konsumsi
Rekomendasi penyimpanan obat juga tercantum pada bagian ini. Obat hendaknya disimpan di tempat yang kering dan tertutup rapat serta terhindar dari sinar matahari langsung. Hal ini perlu menjadi perhatian kita, karena jika tidak obat yang kita simpan akan rusak atau menurun potensinya. Kerusakan obat ini bisa ditandai dengan perubahan warna atau adanya gumpalan.
Dalam penyimpanan obat hendaknya kita terapkan sistem first in first out (FIFO), yaitu obat dengan masa expired date terdekat yang lebih dahulu kita gunakan. Disinilah pentingnya kita selalu mengontrol expired date pada saat obat kita terima. Jangan sampai kita memakai obat yang telah melewati masa expired date karena kemungkinan potensinya sudah menurun.

  • Nomor registrasi
Nomor registrasi ini menandakan obat telah memenuhi standar dari pemerintah, atau dengan kata lain obat ini telah teruji dan terbukti kualitasnya. Setiap tahapan produksi dilakukan dengan sistem yang terkontrol dan terstandarisasi, mulai dari penyediaan bahan baku sampai produk jadi (termasuk cara pengiriman kepada konsumen). Kontrol kualitas juga dilakukan secara ketat, dengan alat yang modern dan tenaga kerja yang profesional. Dengan demikian diharapkan obat yang dihasilkan memiliki kualitas sesuai standar nasional (Farmakope Obat Hewan Indonesia) maupun internasional (standar Eropa maupun Amerika).

Optimalkan Daya Kerja Obat
Penjelasan tentang petunjuk pemberian obat secara jelas telah tercantum pada etiket atau leaflet produk. Aplikasi obat sesuai petunjuk ini akan memenuhi 4 prinsip pengobatan yaitu obat sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang, obat mampu mencapai lokasi kerja atau organ sakit, obat tersedia dalam kadar yang cukup dan obat berada dalam waktu yang cukup sehingga efek pengobatan optimal.
Selain itu, dalam aplikasinya kita perlu memperhatikan hal-hal berikut :
  • Ketepatan diagnosa penyakit. Ini merupakan kunci awal keberhasilan pengobatan. Saat diagnosa tidak tepat, pemberian obat dengan kualitas terbaik dan harga yang mahal tidak akan mampu mengatasi penyakit.
  • Hindari kombinasi obat yang bersifat antagonis. Amannya, kita menggunakan produk jadi yang telah diformulasikan secara khusus dengan kandungan antibiotik tunggal maupun kombinasi sehingga potensinya telah terukur dan terbukti. Jangan sampai kombinasi obat ini malah menurunkan potensi atau bahkan menyebabkan keracunan pada ayam kita.
  • Lakukan rolling antibiotik secara rutin. Hendaknya obat yang diberikan tidak monoton atau secara terus menerus karena bisa menimbulkan resistensi. Sebaiknya dilakukan rolling obat, misalnya setiap 3-4 periode pemeliharaan atau periode pemberian.
  • Dukung dengan aplikasi tata laksana pemeliharaan yang baik dan biosecurity yang ketat. Pengobatan setepat apapun tidak akan memberikan efek yang optimal jika tidak didukung kedua hal ini. Aplikasi keduanya akan menurunkan tantangan bibit penyakit di lingkungan dan juga meningkatkan kenyamanan ayam
Kedisiplinan kita dalam mengaplikasikan pemberian obat sesuai aturan pakai sangat diperlukan agar efek pengobatan menjadi lebih optimal dan ayam sembuh dari penyakit.


Info Medion Edisi Agustus 2010 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar